Nelayan Gapoktan Mitra 10, Siap Unjuk Rasa dan Lapor Ke Presiden Jika Pagar Laut Tidak Dibuka

gerbangrepublik (Lampung)—Merasa tidak mendapat tanggapan pihak Management Hotel Marriot, para nelayan Gapokkan Mitra 10 Kecamatan Teluk Pandan Pesawaran Lampung akan melakukan unjuk rasa hingga ke Presiden RI.

Para nelayan menegaskan bahwa jika pagar laut di wilayah pemancingan tidak segera dibuka, mereka akan menggelar unjuk rasa di depan hotel.

Menurut ketua Gapoktan Mitra 10, Mawardi, pagar jaring yang terpasang di bibir pantai hotel telah menghalangi akses mereka menuju zona tangkap tradisional (pemancingan) dan membuat hasil tangkapan turun drastis.

“Kami sudah terlalu lama menunggu. Kalau pagar itu tidak dibuka, kami akan turun aksi. Kami ingin suara kami didengar,” ujar Mawardi.

Selain aksi unjuk rasa, mereka juga akan mengirimkan surat pengaduan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi Lampung, serta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pesawaran.

Jika seluruh laporan tersebut diindahkan maka mereka juga berencana membawa masalah ini langsung kepada Presiden RI, Prabowo Subianto.

“Kalau tidak ditanggapi juga, kami akan lapor ke Presiden. Kalau tidak begini, kehidupan kami sebagai nelayan kandas,” tegas Mawardi pada Kamis (20/11/2025).

Sebelumnya tim SMSI Pesawaran mencoba meminta klarifikasi kepada pihak Lampung Marriott Resort & Spa, Supervisor Keamanan Yolan Bagas yang didampingi Kepala Security Nurul Fajri mengatakan bahwa pihaknya belum bisa memberikan penjelasan dan harus terlebih dahulu berkoordinasi dengan manajemen.

Ia menyatakan bahwa untuk konfirmasi lebih lanjut, pihak media maupun perwakilan nelayan harus mengajukan surat resmi atau menghubungi customer service.

“Silakan mengirim surat atau menelpon customer service terlebih dahulu. Nanti jadwal pertemuannya akan diatur. Kami hanya bisa meneruskan kepada manajemen,” kata Yolan saat memberikan keterangan kepada tim SMSI Pesawaran.

Pernyataan tersebut menambah kekecewaan para nelayan, karena mereka merasa pihak hotel belum menunjukkan itikad baik untuk membahas permasalahan yang sudah berlangsung hampir tiga tahun itu.

Para nelayan menilai pemasangan pagar laut oleh pihak hotel berpotensi melanggar sejumlah ketentuan hukum, di antaranya:

1. UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 Pasal 20–21 yang menegaskan bahwa pemanfaatan ruang laut wajib memiliki izin resmi. Pemasangan pagar laut tanpa izin dapat dikategorikan sebagai penguasaan ruang laut secara ilegal.

2. Pasal 73 UU 1/2014 tentang Melarang kegiatan yang mengganggu ekosistem pesisir dan aktivitas nelayan, termasuk pemasangan struktur yang menghalangi jalur migrasi ikan.

3. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pantai merupakan ruang publik. Menghalangi akses masyarakat ke wilayah pesisir dapat dianggap sebagai pelanggaran tata ruang.

4. Kewajiban Amdal/UKL-UPL yang menyimpulkan bahwa Setiap pemasangan struktur di perairan wajib memiliki dokumen lingkungan yang disetujui Dinas Lingkungan Hidup. Jika tidak memiliki izin tersebut, kegiatan dapat dikategorikan sebagai pencemaran atau perusakan lingkungan.

Merajuk pada legalitas yang ada, jika pihak hotel memiliki perizinan, disinyalir adanya kekurangan syarat administrasi dokumen Amdal, pasalnya pihak nelayan tidak dilibatkan.

Saat ini para nelayan masih menunggu tindakan konkret dari pemerintah maupun pihak hotel mengenai status pagar laut tersebut. Mereka berharap masalah ini dapat diselesaikan tanpa harus terjadi aksi besar-besaran.

Diberitakan sebelumnya terkait konflik antara nelayan dengan pihak hotel dipicu dari adanya pemagaran laut di zona Tangkap tradisional ( Red/SMSI)

Komentar