gerbangrepublik (Pesawaran )Persoalan adanya konflik antara Managemen Hotel Marriott Lampung dengan Gabungan Kelompok Nelayan ( Gapokkan) MITRA 10 Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Lampung hingga kini belum juga terurai.
Ketua Gabungan Kelompok Perikanan MITRA 10 Kecamatan Teluk Pandan Mawardi berharap pihak Managemen hotel Marriott segera membuka pagar pelampung di area Hotel setempat, hal ini disampaikan Selasa 18 Nopember 2025 lalu.
” Dengan adanya pembatas atau pemagaran laut di sekitar area Hotel, berdampak terhadap berkurangnya mata pencaharian nelayan, ” Ujarnya.
Lebih lanjut masih menurut Ketua Kelompok Perikanan MITRA 10 , yang semula mereka bisa mendapatkan 60 Kg ikan saat ini hasilnya jauh berkurang.
Menyikapi persoalan ini hingga Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Pesawaran, Eri Novrizal, mendesak pihak Hotel Marriott dan Pemerintah Kabupaten Pesawaran untuk segera memberikan perhatian serius atas keluhan nelayan Teluk Pandan terkait keberadaan pagar jaring pelampung di zona laut lingkup hotel yang sudah dikeluhkan hampir tiga tahun.
Eri menegaskan bahwa lambatnya respons terhadap persoalan ini bukan hanya menyangkut persoalan ekonomi nelayan, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak lebih luas terhadap citra daerah.
“Jangan sampai masalah ini berlarut-larut. Jika tidak ditangani dengan cepat, bukan hanya nelayan yang dirugikan, tetapi juga bisa berdampak pada kenyamanan investor, iklim investasi, dan tentu saja pendapatan atau income daerah,” tegasnya.
“Suara Nelayan Harus Didengar”
Para nelayan Gapokkan Mitra 10 telah berulang kali menyampaikan keluhan bahwa pagar jaring yang membentang di bibir pantai hotel telah menghambat aktivitas melaut dan menurunkan hasil tangkapan hingga 90 persen lebih.
Sebelum pagar terpasang, nelayan bisa memperoleh rata-rata 60 kilogram ikan per hari. Kini, sebagian nelayan mengaku hanya membawa pulang 1–3 kilogram.
“Ini bukan sekadar penurunan pendapatan, tetapi ancaman terhadap keberlangsungan hidup keluarga nelayan. Hak mereka atas ruang laut tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan bisnis sebesar apa pun,” ujar Eri.
Minta Pemkab dan Marriott Duduk Satu Meja
Lebih lanjut menurut Eri Novrizal meminta Pemkab Pesawaran, terutama Dinas Kelautan dan Perikanan, segera memfasilitasi dialog terbuka antara nelayan, pihak hotel, dan SMSI.
Ia juga menekankan pentingnya audit transparan terkait perizinan pemanfaatan ruang laut, mengingat sejumlah laporan menyebutkan bahwa keberadaan pagar laut tersebut diduga belum mengantongi izin lengkap.
“Pemerintah daerah tidak boleh membiarkan masalah ini menggantung. Ada hak masyarakat yang harus dilindungi, dan ada kepentingan daerah yang harus dijaga, termasuk citra Pesawaran sebagai wilayah ramah investor,” lanjutnya.
Nelayan Mulai Kehabisan Kesabaran
Sebelumnya, nelayan telah menyampaikan ancaman akan melakukan aksi unjuk rasa di depan hotel jika pagar tersebut tidak segera dibuka. Kondisi sosial di lapangan mulai memanas dan berpotensi menjadi konflik terbuka apabila tidak segera ditangani.
“SMSI Pesawaran siap mengawal dan menyuarakan aspirasi nelayan secara profesional dan proporsional melalui jalur media serta koordinasi resmi dengan pemerintah dan stakeholder terkait, ” Tambah Ketua SMSI Pesawaran.
Penasehat SMSI Kabupaten Pesawaran, Ismail, S.H., turut menyampaikan kritik keras terkait pembiaran masalah tersebut. Menurutnya, negara tidak boleh kalah oleh kepentingan pemodal.
“Hukum dibuat untuk melindungi masyarakat, bukan untuk membiarkan pihak tertentu menguasai ruang publik. Jika ada pagar laut yang menghambat hak nelayan dan belum jelas legalitasnya, maka harus segera dievaluasi dan ditindak tegas,” tegas Ismail.
Ia juga menolak dalih bahwa jaring pelampung dipasang untuk menahan sampah.
“Jangan jadikan alasan penghalau sampah sebagai dalih membatasi akses nelayan. Laut adalah ruang hidup masyarakat pesisir yang wajib dilindungi,” ujarnya.
Momentum Jaga Citra Daerah
Sebagai penutup, Eri mengingatkan bahwa Pesawaran kini tengah berkembang menjadi salah satu wajah pariwisata di Lampung.
“Jangan sampai satu persoalan yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan komunikasi baik justru mencoreng nama daerah dan menurunkan kepercayaan investor. Ini momentum agar semua pihak lebih terbuka, responsif, dan mengutamakan kepentingan masyarakat,” pungkasnya. (red/SMSI)










Komentar